Showing posts with label gaya. Show all posts
Showing posts with label gaya. Show all posts

Tuesday, April 9, 2013


Karinding adalah alat musik  tradisional sunda yang dibuat dari pelepah aren dan cara memainkannya dengan cara ruas pertama menjadi tempat mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas tengah. Di ruas tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar saat karinding diketuk dengan jari. Agar bisa menimbulkan suara, ruas tengah karinding diletakkan di mulut, diapit bibir atas dan bawah.

Sekilas tentang cerita Endang Sugriwa alias Abah Olot dia meyakini, alat musik tradisional sebagai bagian dari kebudayaan suatu suku atau bangsa harus dilestarikan. Ini demi kebertahanan identitas masyarakat suku atau bangsa tersebut. Tahun 2003, ketika karinding, alat musik tradisional Sunda, dikabarkan punah, ia terperangah. ”Saya punya tanggung jawab,” katanya. Abah Olot merasa berkewajiban mencegah kepunahan karinding. Sejak dari kakek buyutnya, keahlian membuat dan memainkan karinding diwariskan dalam keluarga. Ia lalu meninggalkan pekerjaannya sebagai perajin mebel kayu dan bambu di Cipacing, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia kembali untuk menekuni warisan keluarga.

Saya generasi selanjutnya yang mewarisi keahlian itu setelah ayah saya (Abah Entang) tidak bisa lagi membuat karinding karena matanya rabun” kata Abah Olot di Desa Cimanggung, Kecamatan Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Di rumah bambu itu, Abah Olot dibantu lima perajin membuat karinding dan alat musik lain berbahan bambu. Pada ambin di teras rumah tersimpan seperangkat instrumen, berupa celempung (sejenis kecapi), toleat (seperti seruling), dan kokol (mirip kulintang). Instrumen itu digunakan grup musik tradisional Giri Kerenceng pimpinan Abah Olot. Semua alat musik tradisional itu hampir punah. Namun, yang menjadi perhatian utamanya adalah karinding. Alasannya, hanya sedikit warga yang bisa membuat karinding.

Karinding mulanya terbuat dari pelepah aren dengan panjang 10-20 cm. Namun dalam perkembangannya, pelepah aren semakin langka karena banyak warga yang menebangi pohon aren. Alasan mereka, pohon itu tidak lagi berbuah. Maka, pelepah aren pun terbuang, tidak sempat tua dan mengering. Lalu bambu menjadi bahan utama karinding. Syaratnya, umur bambu minimal dua tahun. Bambu dipotong, dihaluskan, dan dibagi menjadi tiga ruas.

Sekilas bunyi karinding serupa lengkingan serangga di sawah. Bunyi itu berasal dari resonansi di mulut saat karinding digetarkan. Untuk mengatur tinggi-rendah nada, pemain harus lincah mengatur napas dan ketukan jari. Alat semacam itu juga ada di Bali, disebut genggong. Namun, cara memainkannya berbeda. Genggong ditarik benang. Karinding mulai jarang dimainkan selepas tahun 1970-an. Maraknya alat musik modern memengaruhi selera musik masyarakat sampai ke kampung. Karinding, yang dahulu sering dimainkan pada acara pernikahan atau sunatan, mulai menghilang.

Tahun 1940-1960-an, karinding akrab dalam kehidupan masyarakat Sunda. Karinding dimainkan untuk menghibur petani saat memanen padi atau saat menjemur hasil panen. Malam harinya karinding dimainkan sebagai wujud suka cita atas hasil panen.

Memasuki era 1990-an, karinding seperti ditelan bumi. Minimnya publikasi tentang karinding menjadi salah satu faktor redupnya alat musik tradisional ini. Karinding hanya lestari dalam sejumlah keluarga kecil, termasuk keluarga Abah Olot.

Sejak usia 7 tahun, Abah Olot belajar memainkan dan membuat karinding dari ayah dan pamannya. Keahlian itu dia tinggalkan saat beranjak dewasa. Abah Olot sempat menjadi pengojek dan perajin mebel sebelum meneruskan warisan keahlian keluarga. ”Istilahnya ulah kasilih ku junta (jangan melupakan adat-istiadat)” katanya. Dari situ lah abah olot mulai tertarik membangkitkan karinding ini. Namun, membangkitkan karinding tak mudah. Bunyi karinding dianggap tak sesuai dengan perkembangan musik. Saat awal membuat karinding, Abah Olot memberikan cuma-cuma kepada siapa pun yang mau menerima. Ajakannya kepada pemuda di kampung untuk memainkan karinding, ditolak. ”Orang tua dan anak muda beranggapan tak ada gunanya memainkan karinding,” katanya.

Abah Olot sedang memainkan Karinding
Namun, Abah Olot terus mempromosikan karinding ke berbagai daerah. Tahun 2008, pada perayaan ulang tahun Kota Bandung, dia bertemu komunitas kreatif kaum muda Bandung yang tergabung dalam Commonrooms.”Mereka minta suplai karinding untuk dimainkan di depan publik,” kata Abah Olot.

Pada tahun yang sama dibentuk kelompok musik Karinding Attack beranggota delapan orang. Personel Karinding Attack bukan seniman tradisional Sunda. Mereka berasal dari komunitas musik underground dan death metal yang sering dianggap ”budak baong” (anak nakal). Abah Olot justru mengajari mereka memainkan karinding.

Hasilnya, pada berbagai pertunjukan musik cadas dan punk, seperti Bandung Deathmetal Festival pada Oktober 2009, karinding turut tampil. Bermula dari komunitas death metal, karinding mulai populer di kalangan kaum muda.

Banyak di antara mereka lalu tertarik dan ingin belajar memainkan karinding. Kini, satu karinding dihargai Rp 50.000. Pesanan karinding mulai mengalir, bahkan pernah dalam sepekan Abah Olot harus memenuhi pesanan 100 karinding.

Alat musik tradisional yang sempat dikhawatirkan punah itu kembali mewabah. Hampir semua daerah di Jawa Barat mempunyai kelompok musik karinding. Pemainnya bukan orang tua, tetapi anak muda dengan kreasi lagu modern
.
Nama kelompok mereka pun ”segar”, seperti Markipat (kependekan dari Mari Kita Merapat), Karmila (singkatan dari Karinding Militan), Republik Batujajar dari Kabupaten Bandung Barat, dan Karinding Skateboard yang dimainkan komunitas skateboard.

Karinding juga dimainkan dalam Bandung World Jazz Festival, Desember 2009. Meski bisa dikatakan tidak lagi dimainkan di sawah, karinding justru mencuat pada festival jazz dunia diiringi musik elektrik dan instrumen modern, seperti gitar, terompet, serta drum. Maka, mengalunlah lagu-lagu Sunda dalam harmoni jazz dan karinding.


Di balik semaraknya kembali karinding, ada Abah Olot yang tetap setia di ”bengkelnya”. Dia tetap tekun menghaluskan bambu dan menjaga identitas masyarakat Sunda.


4 cara memainkan karinding (abah olot)






Wednesday, February 27, 2013


Part 1: Analysis of the Lunar Photography - This compelling video throws into serious doubt the authenticity of the Apollo missions and features information that challenges the declared abilities of NASA to successfully send a man to the Moon and return him safely to Earth. New evidence clearly suggests that NASA hoaxed pictures allegedly taken on the lunar surface. These findings are supported by analysis and the testimony of experts from a wide variety of scientific disciplines.

Note: This was the hardest film for us to post here at UFOTV, as most of us were born around the Apollo era and many of us hold NASA's achievement of landing a Man on the Moon and bringing him safely back, as sacred. But in the interest of remaining neutral and posting all information on controversies in science, regardless of our personal beliefs and those of the management at UFOTV, we bring you what critics have chosen as the greatest filmed investigation on this matter to date.

As powerful as the evidence presented in this film and its sister film may seem, we highly recommend that you view our film called "Quantum Hologram & ESP - Astronaut Edgar Mitchell," that sheds light on Edgar Mitchell's experience as the 6th man to walk upon the Moon and his experience aboard Apollo 14 at that time. His experience during this mission as described on this presentation must not be overlooked.

What Happened On the Moon? - An Investigation Into Apollo - NOW ON DVD - Full Version 222 mins. on 2-DVDs, Cat# K481. Go to http://www.UFOTV.com.

This was the hardest film for us to post here at UFOTV as most of us were born around the Apollo era and we hold NASA's achievement of landing a Man on the Moon and bringing him safely back, as sacred. But in the interest of remaining neutral and posting all information on controversies in science, regardless of our personal beliefs and those of the management at UFOTV, we bring you what critics have chosen as the greatest filmed investigation on this matter to date.

PROGRAM DESCRIPTION: Part 2: Environmental Dangers and Part 3: The Trouble with Rockets - This compelling video throws into serious doubt the authenticity of the Apollo missions and features information that challenges the declared abilities of NASA to successfully send a man to the Moon and return him safely to Earth. New evidence clearly suggests that NASA hoaxed pictures allegedly taken on the lunar surface. These findings are supported by analysis and the testimony of experts from a wide variety of scientific disciplines.

As powerful as the evidence presented in this film and its sister film may seem, we highly recommend that you view our film called "Quantum Hologram & ESP - Astronaut Edgar Mitchell," that sheds light on Edgar Mitchell's experience as the 6th man to walk upon the Moon and his experience aboard Apollo 14 at that time. His experience during this mission as described on this presentation must not be overlooked.

What Happened On the Moon? - An Investigation Into Apollo - NOW ON DVD - Full Version 222 mins. on 2-DVDs, Cat# K481. Go to http://www.UFOTV.com.
nu puguh mah si kabayan urang sunda,, urang sunda lain si kabayan,,,

cukup baik dan menarik secara konten... tapi akan lebih baik bila ada riset sejarah yang sebenarnya terjadi... asal mula kota cianjur tidak sesederhana itu... trims


Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!